Iklan

Bukan Sekadar Kuota, Bawaslu Bali Menyebut Perempuan Harus Berani Bicara dan Beraksi di Panggung Politik

Denpasar, Baliupdate.id – Demokrasi tak akan lengkap tanpa keberanian perempuan bersuara dan bertindak. Begitulah penegasan Ketut Ariyani, Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu Provinsi Bali, saat menjadi narasumber dalam Seminar Pendidikan Politik bagi Kader dan Calon Kader Perempuan Partai Demokrat di Inna Shindu Beach Hotel, Sanur, Sabtu (31/5/2025)

Ariyani mengungkapkan bahwa jumlah pemilih perempuan di Bali pada Pemilu 2024 melampaui laki-laki, dengan selisih lebih dari 40 ribu suara. Namun, sayangnya dominasi angka tersebut belum diimbangi dengan kekuatan perempuan dalam menentukan arah kebijakan publik.

“Banyak perempuan merasa cukup hanya dicalonkan. Padahal ruang politik menuntut aksi nyata. Kalau hanya duduk manis, siapa yang akan memilih?” tegasnya.

Ia menekankan bahwa Bawaslu tidak hanya berperan sebagai pengawas pemilu, tetapi juga sebagai pendorong lahirnya agen-agen perubahan dari kalangan perempuan. 

Bagi Ariyani, pemilu bukan panggung formalitas, tetapi arena perjuangan representatif yang membutuhkan suara dan tindakan nyata dari perempuan.

Selanjutnya, Ketua KPU Provinsi Bali, I Dewa Agung Gede Lidartawan, juga memberikan sindiran keras kepada politisi perempuan yang pasif setelah terpilih.

“Parlemen itu tempat bicara, bukan pameran seni. Kalau diam, bagaimana rakyat tahu apa yang diperjuangkan?” cetusnya.

Lidartawan turut membagikan pengalamannya membentuk TPS khusus perempuan, yang ternyata berdampak positif terhadap tingkat partisipasi dan tertibnya proses pemilu. 

Ia menegaskan bahwa ketika perempuan diberi ruang dan kepercayaan, mereka bisa menunjukkan performa luar biasa.

Namun, ia juga mengingatkan bahaya praktik politik uang dan kampanye semu lewat baliho, yang menurutnya jauh dari esensi demokrasi. Ia menilai interaksi langsung dan penggunaan media sosial yang bersih dan cerdas jauh lebih efektif membangun kepercayaan pemilih.

Dari sisi pemerintah daerah, Kepala Bidang Politik Dalam Negeri Kesbangpol Provinsi Bali, I Made Artanegara, menyoroti bahwa pendidikan politik adalah senjata utama untuk mengikis budaya patriarki dan stereotip gender yang masih kuat mengakar.

“Kalau ingin demokrasi yang berkualitas, maka kualitas kader perempuannya juga harus ditingkatkan. Jangan hanya jadi angka keterwakilan,” ujarnya.

Hal senada juga disampaikan oleh akademisi dari Universitas Warmadewa, Drs. I Nyoman Wiratmaja, M.Si. Ia menekankan pentingnya literasi politik agar perempuan bisa memainkan peran strategis dalam demokrasi, tidak hanya sebagai simbol atau pelengkap.

“Perempuan harus tahu cara kerja politik, cara menyampaikan aspirasi, dan bagaimana memenangkannya. Itu semua dimulai dari pendidikan politik yang berkelanjutan,” ujarnya.

Seminar ini menjadi pengingat kuat bahwa politik bukan hanya soal elektabilitas, tetapi tentang keberanian bicara, konsistensi dalam membela rakyat, dan strategi membangun kepercayaan publik.

“Perempuan yang ingin menang di panggung politik harus keluar dari bayang-bayang kuota, dan membuktikan diri lewat kerja nyata,” tutup Wiratmaja.(Tim) 

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Latest Articles