Denpasar, BaliUpdate.id — Persoalan sampah kembali menjadi sorotan serius di Bali. Ratusan truk pengangkut sampah dari berbagai kabupaten/kota di Bali menggelar aksi di depan Kantor Gubernur Bali, Denpasar, menuntut kejelasan dan solusi konkret atas kebijakan penutupan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Suwung. Aksi ini menjadi puncak kegelisahan para pengelola sampah dan pemerintah daerah yang khawatir tidak memiliki alternatif pengolahan limbah yang siap secara teknis.
Aksi tersebut dilakukan oleh Forum Komunikasi Swakelola Sampah Bali (SSB), yang membawa langsung armada truk pengangkut sampah sebagai simbol krisis yang sedang dihadapi. Kehadiran ratusan truk menyebabkan kepadatan lalu lintas di sejumlah ruas jalan utama Denpasar dan menarik perhatian publik, sekaligus menegaskan bahwa masalah sampah di Bali telah berada pada tahap darurat.
Tuntutan Kejelasan Pasca Rencana Penutupan TPA Suwung
TPA Suwung selama ini menjadi lokasi pembuangan utama sampah dari wilayah Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (Sarbagita). Rencana penutupan TPA tersebut sebelumnya dijadwalkan dalam waktu dekat sebagai bagian dari kebijakan pengelolaan sampah berkelanjutan dan pengurangan dampak lingkungan.
Namun di lapangan, banyak pihak menilai kebijakan tersebut terlalu terburu-buru tanpa kesiapan infrastruktur pengganti. Para peserta aksi menyampaikan kekhawatiran bahwa tanpa TPA Suwung, sampah rumah tangga dan sampah pariwisata akan menumpuk di lingkungan permukiman, menciptakan risiko kesehatan, pencemaran, serta menurunkan citra Bali sebagai destinasi wisata dunia.
Koordinator aksi menyatakan bahwa pengelola swakelola sampah di tingkat desa dan kelurahan belum memiliki fasilitas pengolahan yang memadai untuk menampung volume sampah harian, terutama di kawasan padat penduduk dan daerah tujuan wisata.
Respons Pemerintah Provinsi Bali
Menanggapi aksi tersebut, Pemerintah Provinsi Bali melalui jajaran terkait menyampaikan bahwa aspirasi para pengelola sampah telah diterima dan menjadi bahan pertimbangan serius. Pemerintah mengakui bahwa transisi menuju sistem pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan membutuhkan waktu, kesiapan teknologi, serta dukungan anggaran yang tidak kecil.
Sebagai bentuk respons atas situasi tersebut, Pemprov Bali akhirnya memutuskan untuk menunda penutupan TPA Suwung hingga 28 Februari 2026. Keputusan ini diambil guna memberikan masa transisi yang lebih realistis bagi pemerintah daerah dan pengelola sampah untuk menyiapkan sistem pengolahan alternatif.
Penundaan ini sekaligus menjadi sinyal bahwa pemerintah tidak ingin kebijakan lingkungan justru menimbulkan krisis sosial dan kesehatan baru di masyarakat.
Alasan Penundaan Penutupan TPA Suwung
Penundaan penutupan TPA Suwung didasarkan pada sejumlah pertimbangan strategis. Pertama, volume sampah harian di kawasan Sarbagita masih tergolong tinggi, terutama pada periode libur panjang dan musim kunjungan wisatawan. Tanpa TPA pengganti yang siap, potensi penumpukan sampah dinilai sangat besar.
Kedua, pembangunan dan optimalisasi fasilitas pengolahan sampah berbasis teknologi, seperti TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) dan sistem pengolahan berbasis energi, masih memerlukan waktu untuk penyelesaian konstruksi, uji coba operasional, serta pelatihan sumber daya manusia.
Ketiga, pemerintah daerah membutuhkan waktu tambahan untuk memperkuat sistem pemilahan sampah dari sumbernya, termasuk edukasi masyarakat, regulasi desa adat, serta dukungan logistik.
Dampak terhadap Lingkungan dan Pariwisata
Isu sampah di Bali bukan hanya persoalan kebersihan, tetapi juga menyangkut keberlanjutan pariwisata. Bali sebagai destinasi internasional sangat bergantung pada citra lingkungan yang bersih dan lestari. Penumpukan sampah di jalanan, sungai, atau kawasan wisata dapat berdampak langsung pada kepercayaan wisatawan.
Pelaku industri pariwisata menyambut baik keputusan penundaan penutupan TPA Suwung, karena memberikan ruang waktu bagi sektor usaha untuk beradaptasi. Namun mereka juga menekankan bahwa penundaan ini tidak boleh menjadi alasan untuk menunda pembenahan sistem pengelolaan sampah secara menyeluruh.
Dorongan untuk Solusi Jangka Panjang
Berbagai pihak menilai bahwa krisis ini harus menjadi momentum untuk mempercepat reformasi pengelolaan sampah di Bali. Penanganan tidak bisa lagi hanya mengandalkan TPA sebagai solusi akhir, melainkan harus bergeser ke pendekatan reduce, reuse, recycle, pengolahan berbasis sumber, serta pemanfaatan teknologi ramah lingkungan.
Pemerintah Provinsi Bali menyatakan komitmennya untuk mempercepat pembangunan fasilitas pengolahan sampah modern, memperkuat regulasi pengurangan plastik sekali pakai, serta mendorong keterlibatan desa adat dan komunitas lokal dalam pengelolaan sampah.
Kesimpulan
Aksi ratusan truk sampah di Kantor Gubernur Bali menjadi pengingat keras bahwa persoalan sampah di Pulau Dewata belum sepenuhnya tuntas. Keputusan menunda penutupan TPA Suwung hingga 28 Februari 2026 merupakan langkah kompromi yang diambil pemerintah untuk menjaga stabilitas lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Ke depan, tantangan terbesar adalah memastikan masa penundaan ini benar-benar dimanfaatkan untuk membangun sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan, terintegrasi, dan mampu menjawab kebutuhan Bali sebagai destinasi wisata kelas dunia. (Tim)















