Iklan

Setetah Dua Tahun Tidak Digelar, Tradisi Mabuug-buugan Desa Adat Kedonganan Kembali Digelar

Badung, Baliupdate.id Setelah dua tahun lamanya tidak digelar selama Pandemi akhirnya, tradisi Mabuug-buugan, Desa Adat Kedonganan, Kecamatan Kuta, Badung, kembali digelar, pada hari Ngembak Geni atau sehari setelah hari raya Nyepi, Jumat 4 Maret 2022.

Pelaksanaan tahun ini, tentu juga untuk mengakomodir keinginan para yowana atau pemuda desa Kedonganan, yang sudah sangat rindu untuk kembali menggelar kegiatan ini. Apalagi, tradisi mabuug-buugan ini, telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda secara Nasional, yang dibuktikan dengan perolehan dua sertifikat dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tahun 2019 dan 2021. Namun demikian, dalam pelaksanaanya yang masih dalam masa PPKM ini, tetap memperhatikan penerapan protokol kesehatan, sesuai imbauan pemerintah.

Bendesa Adat Kedonganan,Wayan Mertha menyampaikan, mabuug-buugan mempunyai arti sebuah interaktivitas dengan menggunakan Buug (tanah atau lumpur) sebagai media. sesuai kajian dari Dinas Kebudayaan Kabupaten Badung, tradisi ini adalah bentuk ucapan syukur atas kesuburan yang telah dilimpahkan pada bumi pertiwi sebagai tempat manusia dan semua makhluk hidup berkembang biak.

“Ini sebagai bentuk ucapan syukur serta sebagai visualisasi dari belenggu kekuatan Bhuta dan keterbebasan manusia dari kekuatan Bhuta itu sendiri,” katanya.

Dalam tradisi Mabuug-buugan ini, manusia divisualisasikan dengan balutan tanah atau lumpur sebagai perwujudan dari Bhuta atau kekotoran yang melekat pada jiwa manusia. Untuk dapat menghilangkan kekuatan Bhuta dalam bhuana alit (badan kasar manusia), manusia memohon kepada kekuatan laut (Segara) sebagai penyempurnaan (Pemarisudha).

Animo anak muda terutama yowana untuk mengikuti tradisi ini sangat luar biasa. Ini terlihat dari semangat mereka sejak rangkaian pertama sampai akhir kegiatan. Dijelaskannya, tradisi ini diawali dengan berkumpul di Balai desa, kemudian berjalan menuju pantai timur. Di depan Pura Dalem, kemudian dilakukan prosesi upacara memohon kepada tuhan agar dilindungi. Pemangku kemudian memercikan tirta dari pura kahya desa, agar semua kegiatan bisa berjalan baik dan lancar.

Setelah itu, selanjutnya peserta turun ke mangrove dan mulai melumuri tubuh dengan lumpur. Selang beberapa lama, tubuh peserta tertutup lumpur, mereka kemudian akan kembali ke atas dan menuju pantai barat untuk mandi dengan air laut agar kembali bersih.

“Makna mabung-buugan ada dua, satu sebagai ucapan terimakasih kepada alam atas kesejahteraan hasil alam baik laut maupun hasil di daratan. Makna kedua adalah pembersihan jasmani dan rohani. Karena selama setahun ini pasti kita pernah melakuk a hal kurang baik. Lumuran lumpur atau buug ini sebagai simbol kekotoran dalam tubuh yang perlu dibersihkan,” paparnya.

Tradisi ini dilakukan oleh semua masyarakat desa adat Kedonganan baik pria, wanita, baik dewasa maupun anak-anak.

“Ini sebetulnya tradisi yang sudah ada sejak lama. Tahun 2015 ini kembali dibangkitkan dengan menggandeng muda mudi di Kedonganan untuk membangkitkan tradisi yang satu satunya ada di Bali,” cetusnya.

Pemerintah kata Sumerta, telah memberikan apresiasi dengan menjadikan Mabuug-buugan ini menjadi Warisan Budaya Tak Benda (WBTB). Tentu dengan ditetapkannya tradisi ini sebagai WBTB, pihaknya berharap ke depan ini bisa dikembangkan menjadi atraksi wisata sebagai daya tarik baru di Desa Kedonganan. Apalagi saat ini, pihaknya di Desa Adat sedang mengembangkan kawasan pantai timur menjadi Ekomangrove. Yang mana tradisi ini menjadi salah satu bagian dari atraksi disana.

“Ini adalah modal bagi kami untuk bisa dikembangkan menjadi atraksi wisata yang mudah-mudahan saja bisa menarik wisatawan,” pungkasnya.

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Latest Articles